Istilah Islam radikal adalah sebuah kesatuan dari sebuah fenomena kesatuan keagamaan kelompok muslim yang kompleks, yang kadang tidak sepenuhnya mampu mendeskripsikan fenomena yang beragam, atas gerakan-gerakan yang kurang tepat untuk sebuah julukan yang mapan dan tidak berubah.
Ada beberapa ideologi gerakan-gerakan ini, pertama, negara berdasarkan syari'at Islam wajib di tegakan sebagaimana DI/TII (Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia), lalu juga ada Karto suwiryo pemimpin NII (Negara Islam Indonesia). Bahkan ada anekdot, Soekarno dan Kartosuwiryo adalah sama-sama murid Tjokroaminoto, Soekarno berkata pada gurunya kalau ia bercita-cita jadi presiden, lalu Kartosuwiryo bercita-cita mengacaukan negara yang dipimpin Soekarno. Mungkin dulu sering main perang-perangan.
NII masa Kartosuwiryo menurut saya masih bisa dihormati, namun NII saat ini sangat aneh, mereka masuk ke Universitas-Universitas yang dimana mahasiswanya masih awam dalam pendidikan agama untuk di rekrut. NII menawarkan kepada targetnya untuk hijrah, mereka mendoktrin dengan ayat-ayat yang sudah mereka hafal, sehingga mereka dengan ayat-ayat tersebut memvonis negara Republik Indonesia adalah thagut, karena tidak berdasarkan syari'at Islam. Yang anehnya, setiap anggota diminta registrasi sebesar 500.000 rupiah untuk biaya hijrah. Mereka diperbolehkan mencuri dari orang tua dan teman-teman mereka yang belum hijrah ke NII, karena dianggapnya orang selain NII adalah kafir dan pengikut Thagut.
Kemudian organisasi yang eksklusive yang bernama Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), organisasi ini mempunyai pemimpin spiritual yang bernama Taqiyudin an-Nabahani. Mereka mempunyai cita-cita besar, yaitu mendirikan khilafah Islamiyah dari Asia sampai Australia. Terkesan khayalan tingkat tinggi, tapi itulah mereka. Padahal, semua negara berpaham kebangsaan, semua negara mempunyai semangat nasionalisme, untuk dijadikan khalifah 500 tahun saya rasa tidak cukup. Saya mengatakan HTI radikal dikarenakan paham mereka bahwa semua negara sistem kufur sebelum berdiri Khilafah.
Dan faktanya mereka menolak hormat pada bendera merah putih dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Padahal, kalau mereka tau perjuangan para kyai dan pahlawan untuk membuat negeri ini merdeka dengan darah, keringat dan air mata, maka saya yakin mereka akan gemetar mendengar lagu kebangsaan.
Front Pembela Islam (FPI), sebenarnya organisasi ini berhaluan ahlussunnah wal jamaah, mereka bermazhab syafi'i, namun sayangnya mereka tidak bersikap at-Tawasuth (moderat) dalam bertindak, walaupun saya salut pada Habib Rizieq yang mau dialog dengan umat Kristiani, namun terkadang massa FPI bertindak di luar kontrol. Misalnya saja kasus di Monas dengan AKKBB, lalu penggerebekan tempat pelacuran namun merusak fasilitas umum. Saya lebih setuju dengan cara pak Sutiyoso terhadap Keramat Tunggak. Beliau menyuruh para ahli ilmu sosial untuk menanganinya, dan akhirnya para PSK diberikan modal dan keterampilan lalu dikirim ke kampung halaman masing-masing, dan akhirnya Keramat Tunggak menjadi Islamic Center. Walaupun pak Sutiyoso seorang mantan tentara tapi beliau tidak brutal, namun orang sipil justru ingin brutal seperti tentara di medan perang.
Maka dari itu, ceramah-ceramah agama seharusnya lebih mengajarkan tentang sikap tawasuth (moderat) dan at-Tasamuh (toleran) sebagaimana ajaran Ahlussunnah wal jam'aah. Umat Islam harus lebih rasional, gunakan akal dan terlalu sering menggunakan nafsu dalam bertindak.
Ada beberapa ideologi gerakan-gerakan ini, pertama, negara berdasarkan syari'at Islam wajib di tegakan sebagaimana DI/TII (Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia), lalu juga ada Karto suwiryo pemimpin NII (Negara Islam Indonesia). Bahkan ada anekdot, Soekarno dan Kartosuwiryo adalah sama-sama murid Tjokroaminoto, Soekarno berkata pada gurunya kalau ia bercita-cita jadi presiden, lalu Kartosuwiryo bercita-cita mengacaukan negara yang dipimpin Soekarno. Mungkin dulu sering main perang-perangan.
NII masa Kartosuwiryo menurut saya masih bisa dihormati, namun NII saat ini sangat aneh, mereka masuk ke Universitas-Universitas yang dimana mahasiswanya masih awam dalam pendidikan agama untuk di rekrut. NII menawarkan kepada targetnya untuk hijrah, mereka mendoktrin dengan ayat-ayat yang sudah mereka hafal, sehingga mereka dengan ayat-ayat tersebut memvonis negara Republik Indonesia adalah thagut, karena tidak berdasarkan syari'at Islam. Yang anehnya, setiap anggota diminta registrasi sebesar 500.000 rupiah untuk biaya hijrah. Mereka diperbolehkan mencuri dari orang tua dan teman-teman mereka yang belum hijrah ke NII, karena dianggapnya orang selain NII adalah kafir dan pengikut Thagut.
Kemudian organisasi yang eksklusive yang bernama Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), organisasi ini mempunyai pemimpin spiritual yang bernama Taqiyudin an-Nabahani. Mereka mempunyai cita-cita besar, yaitu mendirikan khilafah Islamiyah dari Asia sampai Australia. Terkesan khayalan tingkat tinggi, tapi itulah mereka. Padahal, semua negara berpaham kebangsaan, semua negara mempunyai semangat nasionalisme, untuk dijadikan khalifah 500 tahun saya rasa tidak cukup. Saya mengatakan HTI radikal dikarenakan paham mereka bahwa semua negara sistem kufur sebelum berdiri Khilafah.
Dan faktanya mereka menolak hormat pada bendera merah putih dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Padahal, kalau mereka tau perjuangan para kyai dan pahlawan untuk membuat negeri ini merdeka dengan darah, keringat dan air mata, maka saya yakin mereka akan gemetar mendengar lagu kebangsaan.
Front Pembela Islam (FPI), sebenarnya organisasi ini berhaluan ahlussunnah wal jamaah, mereka bermazhab syafi'i, namun sayangnya mereka tidak bersikap at-Tawasuth (moderat) dalam bertindak, walaupun saya salut pada Habib Rizieq yang mau dialog dengan umat Kristiani, namun terkadang massa FPI bertindak di luar kontrol. Misalnya saja kasus di Monas dengan AKKBB, lalu penggerebekan tempat pelacuran namun merusak fasilitas umum. Saya lebih setuju dengan cara pak Sutiyoso terhadap Keramat Tunggak. Beliau menyuruh para ahli ilmu sosial untuk menanganinya, dan akhirnya para PSK diberikan modal dan keterampilan lalu dikirim ke kampung halaman masing-masing, dan akhirnya Keramat Tunggak menjadi Islamic Center. Walaupun pak Sutiyoso seorang mantan tentara tapi beliau tidak brutal, namun orang sipil justru ingin brutal seperti tentara di medan perang.
Maka dari itu, ceramah-ceramah agama seharusnya lebih mengajarkan tentang sikap tawasuth (moderat) dan at-Tasamuh (toleran) sebagaimana ajaran Ahlussunnah wal jam'aah. Umat Islam harus lebih rasional, gunakan akal dan terlalu sering menggunakan nafsu dalam bertindak.