Oleh
Adriansyah
Ekonomi
Asia Tenggara merupakan produk dari hubungan antara kekuatan politik dan
ekonomi yang berkembang di sejak era kolonial dan terpelihara hingga kini. Dalam hubungan ini, elit politik memberikan
peluang pada elit ekonomi untuk memonopoli perekonomian, yang biasanya dalam industri-industri
jasa didalam Negeri, sehingga kelompok elit ekonomi dapat meraup kekayaan dalam
jumlah yang sangat besar.
Lingkaran
ekonomi kontemporer di Indonesia dibentuk oleh interaksi antara dua kekuatan,
yaitu kekuatan migrasi dan kolonial. Sebelum
kolonal Barat datang ke Indonesia, kaum imigran Arab, India, dan China telah
lebih dulu menetap di Indonesia.
China datang dari Negara yang
dulu menjadi ekonomi terbesar di dunia hingga abad ke-19, dan migrasinya ke
Indonesia paling banyak.
Di
Pulau Jawa, ada bukti bahwa para pengusaha China memasuki manajemen
administrasi dan pengelolaan monopoli bersama kaum ningrat Jawa sebelum kedatangan
orang-orang Eropa pada abad keenam belas. Para imigran China memilih menjadi
pengusaha politis dibanding ekonomis. Hal itu juga terjadi di Jawa, dimana
orang China yang kaya berusaha menikahi anak dari keluarga aristokrat di Jawa.
Ketika
Soeharto berkuasa, selama kekuasaannya ia selalu mengeluh dengan
pengusaha pribumi yang sulit dipercaya. Sementara
etnis China jauh bisa lebih dipercaya. Saat itu Mohammad Bob Hasan (The Kian Seng)
diberikan konsesi oleh Soeharto untuk berbisnis kayu besar, bermitra dengan
perusahaan-perusahaan asing seperti Georgia Pacific dari Amerika Serikat. Saat
pemerintah melarang ekspor kayu gelondongan pada tahun 1981, Bob Hasan memimpin
asosiasi kayu olahan, pengapalan, bisnis real estate , perbankan dan banyak lagi,
serta menguasai banyak perusahaan yang bekerjasama dengan anak-anak Soeharto.
Setelah Soeharto tumbang, Bob Hasan dipenjara karena kasus kecurangan pemetaan
hutan di Jawa pada awal tahun 1990-an, dan dipenjarakan pada Februari 2001.
Sedangkan
Hashin Djojohadikusumo yang merupakan kakak kandung Prabowo Subianto, juga
menjalin kerjasama dengan Titik Soeharto (adik iparnya), pada tahun 1988 ia
mengambil alih pabrik semen terbesar kedua di Indonesia. Imperium Tirtamas yang menangani semen, pertambangan dan
pengapalan, terkena hutang dan hilang oleh krisis.
Namun,
di era Orde baru juga tidak lepas dari kerjasama dengan pengusaha India dan
Srilanka. Diantaranya adalah Tamil Sri Lanka dan Marimutu Sinivasan dari India,
mereka menjadi pemasok dana bantuan politik ke Golkar saat Soeharto berkuasa.
Grup Texmaco milik Sinivasan, dengan kekuasaan Soeharto bisa mendapatkan US$
900 juta dalam bentuk uang kontan. Setelah Soeharto jatuh, dia dinyatakan
pemerintah sebagai penghutang terbesar, dengan hutang US$ 2 miliar.
Lalu
ada Liem Sioe Liong (Sudomo Salim), ia
dekat dengan Soeharto sejak Soeharto masih di Divisi Dipenegoro Jawa Tengah dan terlibat dalam
perdagangan dan penyelundupan. Ketika Soeharto berkuasa, Liem menjadi Godfather
terbesar di Indonesia. Bisnis-bisnis intinya adalah perbankan (manajemennya
Mochtar Riyadi), pemrosesan makanan, semen, baja, dan real estate. Liem
memasukan anak-anak Soeharto dan sepupunya kedalam perusahaan-perusahaan
seperti Bogasari, Indocement dan Bank Central Asia (BCA) sebagai pemegang
saham. Di Hongkong ia juga ada perusahaan First Pasific. Saat krisis Asia, BCA
kolaps dengan banyaknya pinjaman illegal, sehingga terjadi bailout sebesar US $
7 miliar. Kini bisnis Liem dilanjutkan oleh Anthony Salim, yaitu masih
menguasai perusahaan dan asset di Hongkong dan Singapura.
James
Riyadi putra Mochtar Riyadi menjalankan bisnis keluarga di Indonesia, sedangkan
saudaranya Stephen menjalankan bisnis keluarganya di Hongkong. Keluarga Riyadi
adalah penganut Kristen Evangelis. Keluarga Riyadi di media Amerika Serikat
sangat dikenal kedekatannya dengan Presiden Bill Clinton, mereka memberi
kontrol pada Worthen Bank didaerah basis
politik Clinton dan Partai Demokrat. Kini disebut-sebut James Riyadi adalah
Godfather yang berada dibalik kesuksesan kampanye Joko Widodo saat Pilkada
DKI-Jakarta dan Pilres 2014. Bahkan Kwik Kian Gie mengatakan sulit dibantah
kalau pemenangan Jokowi tidak melibatkan para cukong yang menguasai media massa
dan televisi.
Dikalangan
Godfather pribumi juga tidak lepas dari kerjasama dengan penguasa, sebut saja
Abu Rizal Bakrie (Putra Achmad Bakrie )yang menjadi pewaris imperium
Bakrie and Brothers, ia menjalin
kerjasama dengan beberapa keluarga Soeharto, kemudian menjadi mentri di era SBY
dan perusahaan pertambangannya menggelembung
dalam komoditas global pada tahun
2006. Dan masih dikalangan pribumi juga ada Jusuf Kalla (Putra Hadji Kalla), dimana ayahnya memiliki kedekatan
dengan Soeharto, kemudian diberikan
konsesi untuk distribusi kendaraan bermotor, mobil, dan pemrosesan hasil
pertanian, dan banyak lagi. Dilanjutkan dengan Jusuf Kalla sebagai ahli waris dan menambahkan sejumlah
bisnis baru dibidang telekomunikasi.
Dalam buku yang ditulis oleh Joe Strudwell ini, sangat sulit kalau kita berasumsi kalau para Asia Godfather hanya bekerja keras untuk meraih kekayaan yang besar, padahal mereka juga melakukan hubungan dengan penguasa beserta keluarganya, bahkan ada yang sampai yang menikahi anak penguasa sebagaimana Godfather yang ada di Hongkong. Ada juga yang menjadi menantu seorang Godfather lalu meneruskan bisnis mertuanya. Kini permainan para Godfather Indonesia masih tetap masuk dalam permainan politik dalam Negeri, dimana mereka membayar media untuk mengangkat citra politisi yang mereka dukung, dan ketika menang nantinya akan memberikan mereka konsesi untuk memonopoli perekonomian dalam Negeri.
Pustaka: Joe Strudwell 2007. Asian Godfather: Menguak Tabir Peselingkuhan Pengusaha dan Penguasa. Jakarta: Alvabet.
