NU DAN SOLIDARITAS UMAT

Sabtu, 09 Januari 2010
Saya disini tidak ingin membahas tentang sejarah NU atau membahas aqidah ahlussunnah wal jama'ah yang dianut NU. Tapi ada beberapa hal yang menarik dari NU tentang tradisi keislaman dan ke Indonesiaan, NU menurut saya adalah ormas Islam sudah diperhitungkan dimata dunia.

Emil Durkeim mendefinisikan agama merupakan sistem kepercayaan yang menyatukan praktek kepada sesuatu yang sakral, yang menyatukan dalam komunitas tertentu. Dari sini bisa kita lihat tradisi NU dengan tahlilan, yasinan, talqin, ziarah kubur dan maulid Nabi telah menigkatkan integritas masyarakat. Dalam buku suicide karangan Durkheim, ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya bunuh diri diantaranya integritas yang lemah (egoistik), anomie (keadaan masyarakat tanpa moral). Dari buku itu bisa disimpulkan bahwa agama tidak hanya dibutuhkan moral, tapi juga integritas masyarakat beragama itu sendiri.

Saya sendiri belum menemukan dalil tentang budaya tahlilan yang dari 3 hari, 7 hari hingga 40 hari bahkan sampai 100 hari. Itu kalau kita lihat dari segi furu, tapi kalau kita lihat dari maslahat baik dari segi psikologi dan sosiologi ritual ini sangat baik. Saya berkali-kali harir ke acara yasin dan tahlil pada orang yang sudah meninggal dunia, keluarga si mayit yang tadinya menagis histeris berubah menjadi tenang ketika para jama'ah mebacakan ayat suci dan doa bersama, ini membuktikan bahwa dengan mengingat Allah swt maka hati akan menjadi tenang.

Salah satu ritual yang sering dijadikan rutinitas tahunan kaum Nahdlyin adalah memperingati maulid Nabi sholallahu alaihi wa salam. Kegiatan ini biasanya berupa tabligh akbar, tawasul, barjanzi dan bershalawat kepada Nabi Muhammad saw. Tradisi ini muncul ketika masa sultan Sholahudin al-Ayyubi, beliau rela mengeluarkan uang besar untuk merayakan maulid. Sebagaimana narasi kaum orientalis bahwa yang membuat umat muslim menang dalam perang salib diantaranya adalah semangat untuk mati sayhid, tasawuf, ziarah ke makam Nabi saw, sahabat r.a, dan para syuhada. Dan yang paling utama sultan Sholahudin juga sering membaca sejarah Nabi saw kepada para pasukan muslim.

Di timur tengah pernah mengalami masa pergolakan, ketika Ibn Su'ud ingin menyatukan dalam mazhab tunggal, banyak kalangan muslim sunni yang menolak, maka dibentuklah pada saat itu komite Hijaz dan saat itu perwakilan NU adalah KH. Wahab Chasbullah. Pada komite tersebut para ulama-ulama menginginkan kebebasan melakukan ritual haji sesuai dengan mazhab masing-masing. Sejak saat itu para ulama di Indonesia membentuk Nahdlatul ulama (kebangkitan ulama) dan ada juga Nahdlatul Wathan (kebangkitan tanah air). Lathiful quluq menyebut berdirinya NU adalah fajar kebangkitan ulama, kalau Said Aqil Siradj menyebutnya rainansance. Perbedaan mazhab bukan suatu perkara besar yang penting dalam perkara ushul tetap sama. Soslidaritas bukan hanya didasarkan berbagi nilai dan budaya yang sama, tapi juga sesuatu yang kompleks. Walaupun empat mazhab namun tetap satu dalam tujuan.