SEMINAR PUBLIK: GENEALOGY TERORISME DI INDONESIA PERSPEKTIF SOSIOLOGI

Senin, 06 Desember 2010

Oleh: Adriansyah


Seminar publik yang diadakan BEM-J Sosiologi FISIP UIN JKT yang bertemakan "Genealogy Terorisme Di Indonesia Perspektif Sosiologi", bertempat di Aula Student Center (SC), pada tanggal 4 November 2010,pada pukul 09.30-12.00 WIB dengan mengadirkan narasumber Zaki Mubarak M.si (Pakar Politik UIN Syarif Hidayatullah) dan Herdi Sahrasad (PSIK PARAMADINA),dengan moderator Adriansyah (Presiden BEM-J Sosiologi). Seminar ini dipadati sekitar 300 orang peserta, walaupun sosialisasi acara tersebut sangat dadakan tapi mendapatkan respon yang besar dari mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah.

Awal acara diisi dengan sambutan ketua panitia yaitu Harsin Hamid dan Djaul Haq selaku Mentri koordinator Kelimuan BEM-J Sosiologi. Baru kemudian acara dilanjutkan dengan Seminar Publik:Genealogy Terorisme Di Indonesia Perspektif Sosiologi, dan Iqbal Fiqri (MC) menyerahkan acara pada moderator.

Yang mendapatkan kesempatan pertama untuk mempresentasikan seminar tersebut adalah bapak Zaki Mubarak MS.i. Beliau mengatakan bahwa dalam semua agama ada terorisme. Contoh ada David Quraish seorang kristen Amerika yang banyak membunuh, di Yahudi juga ada terorisme dan di Islam juga terjadi saat pembunuhan Anwar Sadath.

Kemudian beliau dengan menggunakan infocus menampilkan peristiwa-peristiwa teror yang pernah terjadi di Indonesia, beliau menampilkan data-data yang lengkap dan akurat.

Beliau mengatakan perilaku terorisme bukan hanya seperti yang dilakukan Amrozi cs, tapi juga seperti yang dilakukan Amerika yang menebar teror di Irak dan Afghanistan, Israel juga menebar teror di Plaestine, Bahkan Imam Samudra dalam bukunya mengatakan aku jihad melawan teroris, dan pemerintahan Indonesia adalah antek Amerika maka pemerintah Indonesia adalah teroris menurut Imam Samudra.

Indikator-indikator terjadinya terorisme di Indonesia karena penafsiran agama tentang agama yang salah, banyaknya doktrin-doktrin dari kitab suci yang ditafsirkan tanpa disertai pendapat ulama, lalu juga karena latar belakang pendidikan, keluarga dan ekonomi yang kacau, dan juga usia muda yang masih labil dan mencari jati diri sehingga mudah dipengaruhi oleh ajaran Islam garis keras.

Menangani teroris bukan dengan Densus 88, tapi melalu pendekatan kultural,disertai keprihatinan beliau terhadap penembakan pelaku teror seperti Dulmatin yang sedang main internet, beliau menganggap itu bukan sebuah tindakan yang humanis, seharusnya ditangkap hidup-hidup dan diintrogasi agar terungkap siapa dalangnya selama ini.

Beliau menyarankan agar melibatkan para ahli agama dalam merubah pola pikir para pelaku teror,karena mereka sangat paham agama dan hafal banyak ayat-ayat al-Qur'an, maka para ulama harus dilibatkan, terakhir beliau juga memberi saran kepada peserta seminar untuk berhati-hati dalam meilih guru agama.

Selanjutnya, giliran bapak Herdi Sahrasad. Beliau mengatakan bahwa terorisme di Indonesia adalah copy paste dari para pejuang di Palestine, misalnya dalam aksi bom bunuh diri. Setiap pelaku bom bunuh diri berimajinasi untuk menghancurkan rezim thagut dan bertemu bidadari di surga.

Terorisme muncul saat perang dingin, misalnya munculnya tokoh yang bernama Carlos yang mampu meledakkan bom diberbagai negara di Timur Tengah. Sebagaimana yang dikatakan Cak Nur, setelah runtuhnya Uni Soviet, akan muncul teroris dari Islam. pak Herdi juga mengatakan Amerika membentuk musuh baru setelah Uni Soviet runtuh, yaitu Islam, karena penghasilan industri Amerika adalah dari perang, dari situlah mereka banyak memproduksi senjata.

Herdi Sahrasad juga mengatakan kalau terorisme adalah anak kandung dari modernisme, karena disanalah munculnya kapitalis sehingga banyak menindas dan memiskinkan negara yang kebanyakan adalah negara-negara Islam. Beliau mengatakan bahwa serangan Amerika pada negara-negara Islam adalah sebuah bentuk terorisme negara.

Beliau juga menyanggah peryataan pak Zaki Mubarak, beliau berpendapat bahwa teroris muncul bukan karena hanya latar belakang pendidikan dan ekonomi yang bermasalah, tapi juga ada dari kalangan orang terpelajar seperti Azahari yang merupakan otak teroris.

Inilah sekilas uraian seminar publik yang diadakan oleh BEM-J Sosiologi FISIP UIN JKT, seminar ini menggunakan pendekatan sosiologi dalam memahami tindakan terorisme.

0 komentar:

Posting Komentar