Humanisme selama ini selalu di maknai sebagai segala sesuatu yang sekuler, dimana manusia untuk mengeksplorasi potensi dirinya maka manusia harus melawan otoritas Tuhan. Berkembangnya filsafat humanisme dimana munculnya spirit mitologi Yunani yang ingin melawan otoritas dewa-dewa Yunani yang ingin menekan potensi-potensi yang ada di diri manusia. Cerita mitologi Yunani inilah yang menyebabkan munculnya tradisi humanisme.
Kita percaya bahwa manusia sejak lahir memiliki ilmu bawaan atau talenta, atau kita yakin bahwa sejak lahir kita sudah pernah mengenal Tuhan, dan ini menandakan manusia bukan seperti papan tulis yang kosong saat di lahirkan sebagaimana teorinya John Locke. Maka pendidikan seharusnya bukan hanya mengajarkan manusia untuk memahami, tapi pendidikan harus juga bisa membuat manusia mampu mengenal dirinya dan mengetahui potensi dirinya yang diberikan Tuhan sejak dirinya dilahirkan ke muka bumi. Pendidikan harus memenuhi kebutuhan otak dan spiritualitas, karena ilmu pengetahuan tertinggi adalah ilmu yang berasal langsung dari Allah swt atau yang kita kenal dengan ma’rifatullah.
Pendidikan haruslah mendidik manusia untuk mengingat kesempurnaan diri yang sebenarnya sudah dimiliki sejak ia dilahirkan, namun karena lingkungan yang kotor membuat kita masuk juga ke lumpur kekotoran, maka jasmani manusia harus menjadi wadah ilmu dan wadah ma’rifat, harus ada kesinambungan antara intelektual, spiritual dan estetika yang indah. Maka ketika ingin bebicara agama yang begitu luhur dan ilmu yang begitu agung haruslah memnggunakan bahasa dan perilaku yang mengandung estetika, bukan dengan cara kekasaran dan kemarahan, karena jika itu dilakukan pendidikan hanya menemukan sebuah format hidup tapi tidak akan menemukan substansi kehidupan.
Adab adalah ketika segala sesuatu yang terletak pada tempatnya yang benar, sebagaimana al-Qur’an yang merupakan rangkaian firman Ilahi yang ditempatkan pada tempat yang tepat sehingga menjadi sebuah estetika, maka bisa dikatakan bahwa teks bahasa bisa membentuk sesuatu yang sangat indah, sehingga ketika kita mampu menempatkan diri kita pada tempat yang tepat maka kita telah memperindah diri kita sendiri, dan saat itu diri kita menjadi karya seni dengan tata krama dan perilaku yang indah. Al-Qur’an adalah ayat-ayat yang memunculkan keindahan, ketika seseorang memiliki perilaku sebagaimana yang di al-Qur’an, maka seseorang tersebut menjadi keindahan dan petunjuk bagi manusia-manusia yang lain.
Ilmu pengetahuan dan agama tidak lepas dari keindahan, jadi kita harus senantiasa memperindah diri, baik dalam perilaku maupun spiritual, sehingga kita akan menjadi tanda-tanda dan ayat-ayat untuk menuju Allah swt Yang Maha Indah. Pada saat kita sudah membiasakan diri kita dengan keindahan, maka keindahan akan terinternalisasi kedalam diri kita, sehingga apabila ada segala sesuatu yang tidak indah menghampir, kita akan bisa langsung melakukan perlindungan diri, dan apabila bila kita mempertajam cita rasa kita untuk senantiasa mendekatkan pada keindahan maka semakin lama diri kita akan bisa menjadi sangat dekat dengan Yang Maha Indah. Maka wajar kalau Imam al-Ghazali mengajarkan agar anak-anak kecil diajarkan tentang syair-syair sastra yang memiliki keindahan, agar mereka memiliki cita rasa yang tajam.
Keindahan dengan segala kompleksitasnya akan bisa terlihat nyata apabila kita melihatnya dengan kaca mata berlensa bening, bukan dengan kaca kaca berlensa hijau, ini maknanya apabila kita ingin mendapatkan hakikat kebenaran maka kita harus terlebih dahulu mempersiapkan diri untuk menjadi jiwa-jiwa yang siap menerima kompleksitas.
Masyarakat perkotaan seringkali menjadi orang yang tidak bisa fokus karena kompleksitas, kita seringkali melihat segala macam yang berbeda-beda, sebagaimana mall yang memiliki toko-toko dengan banyak etalase, sehingga kita sulit fokus menentukan barang apa yang sebenarnya kita ingin beli, kompleksitas tersebut menyebabkan diri ini tidak bisa fokus. Dan satu-satunya cara agar kita melatih kefokusan adalah dengan berzikir dan riyadlah. Maka apabila kita memiliki cita-cita dan impian kita harus punya tingkat kefokusan yang sangat tinggi untuk menggapainya, dan seringkali banyak yang ingin mematahkan kefokusan kita dengan meremehkan dan memaksa kita beralih dari kefokusan tersebut, dan salah satu caranya untuk melatih kefokusan adalah dengan zikir, karena dengan berzikir akan membuat hati menjadi tenang dan tidak mudah cemas akan tantangan dan ketakutan pada masa depan.
Maka apabila kita ingin meningkatkan potensi diri bukan dengan melawan otoritas Tuhan sebagaimana tradisi humanisme yang berkembang di Eropa, tapi haruslah dengan semakin seringnya melakukan zikir dan riyadlah, sehingga kita memiliki keyakinan, ketenangan dan kefokusan dalam meningkatkan potensi diri.