Jasa Pengobatan non medis

Minggu, 17 April 2022

 Dalam kehidupan bermasyarakat tidak lepas dari iri dan dengki, seringkali ada pihak yang menggunakan ilmu hitam atau sihir untuk menyakiti lawan bisnis dll. Kami membuka layanan penanggulangannya.

1. Pagar ghaib untuk rumah, toko, dan kantor (Mahar Rp.7.000.000)

2. Pagar badan untuk menolak teluh, santet, sihir, gangguan jin (Mahar Rp.5.000.000)

3. Tasbih mujarobat untuk penarik rezeki, kewibawaan, dan kharisma (Mahar Rp.250.000)


Email: adriansyah.keren@gmail.com


POLITIK INDONESIA: OLIGARKI POLITIK DAN FEODALISTIK

Minggu, 11 Februari 2018
Adriansyah

Oligarki adalah bentuk pemerintahan yang otoritas politiknya dipegang oleh kelompok elit kecil masyarakat, baik kelompok konglomerat, keluarga bangsawan, atau militer. Misalnya saja rezim Stalin yang dimana hanya Partai Komunis yang mampu memegang birokrasi pemerintahan, sedangkan kelompok diluar itu akan disingkirkan atau dibunuh.

Indonesia menganut sistem demokrasi dengan tujuan meruntuhkan feodalisme, dimana  masyakarat Indonesia yang awalnya menghamba pada kelompok bangsawan,berubah menjadi sistem politik yang memberi kesempatan pada seluruh warga negara untuk mendapatkan hak politiknya, baik menjadi yang dipilih atau yang memilih. Namun, setelah Indonesia menjadi Negara demokrasi, tetap saja mental feodalistik masih ada di masyarakat, dimana masyarakat melakukan penghambaan pada pemilik modal.

Indonesia memiliki Undang-Undang Pemilu dimana Partai Politik menjadi lembaga penentu calon pemimpin bangsa, baik pemimpin kepala daerah, legislatif, dan pemimpin pemerintah pusat.  Calon Presiden harus diusung oleh Partai Politik atau gabungan Partai Politik, sehingga muncullah irasionalitas politik yang membuat seseorang berpasangan dalam pemilu atau pilkada bukan atas dasar  persamaan visi dan misi, tapi karena transaksi antar Partai Politik.

Indonesia menganut sistem demokrasi perwakilan, dimana seorang politisi yang menjadi wakil rakyat memperjuangkan aspirasi rakyatnya, mereka mengajak dialog rakyatnya dan membawa hasil dialog untuk diperjuangkan di parlemen. Begitu juga dengan Presiden, seluruh aspirasi masyarakat harus diperjuangkan, tidak tebang pilih dalam penegakkan hukum, dan tidak boleh mengakomodir kepentingan hanya segelintir orang atau kelompok.

Masuknya cukong politik karena sistem yang kita pilih, dimana seorang politisi untuk meraih banyak suara memerlukan promosi besar-besaran, dan promosi besar-besaran juga memerlukan uang yang besar pula. Kader Partai Politik yang mengikuti jenjang kaderisasi seringkali tersingkir dengan seseorang  yang  punya banyak uang atau punya bandar. Bahkan, aktivis idealis yang sering turun ke  jalan untuk memperjuangkan aspirasi rakyat agak kesulitan untuk menjadi seorang kepala daerah atau Presiden, sehingga kalangan pengusaha yang lebih mendominasi pilkada dan pilpres.  Para cukong politik tersebut yang  nantinya bisa menentukan Undang-Undang, menentukan kebijakan dari legislatif, eksekutif, dan yudikatif.

Feodalistik dalam perpolitikan di Indonesia juga terlihat dari pertimbangan trah keluarga. Misalnya, ayahnya menjadi Bupati selama 2 periode, lalu anaknya yang baru lulus kuliah diusung untuk menjadi Bupati selanjutnya. Ada juga daerah dimana seorang bangsawan jadi Gubernur, lalu adik iparnya jadi walikota, adiknya jadi Bupati, dan terakhir anaknya jadi wakil Gubernur. Tren istilah Gus (sebutan untuk anak kyai) juga mulai bermunculan, dimana masyarakat yang berlatar belakang santri harus disuguhkan dengan politik citra menjual istilah Gus untuk meraih suara dari kalangan santri. Politik feodal seperti ini sebenarnya sah-sah saja, asalkan seseorang yang diusung memang benar-benar berkompeten. Ambil contoh Gus Dur, beliau seorang anak kyai dan mantan mentri, tapi beliau juga memiliki kapasitas secara intelektual dan pengalaman organisasi untuk bisa diusung menjadi Presiden. Tapi kini justru kita temukan anak mantan Gubernur yang menjadi Gubernur tertangkap tangan melakukan suap, atau anak mantan Bupati yang menjadi Bupati terbukti melakukan skandal dengan foto porno dengan perempuan yang bukan istrinya.

Partai Politik yang menjadi penentu seseorang menjadi legislatif, kepala daerah, dan Presiden, kini terlihat kebobokrannya. Misalnya, mereka membuka pendaftaran caleg secara terbuka, semua caleg yang mendaftar dimintai KTA (Kartu Tanda Anggota), kalau tidak punya akan dibuatkan, dan ini jelas tujuannya adalah untuk mengejar target pemenuhan syarat verifikasi faktual Partai Politik. Seseorang menjadi anggota legislatif melalui Parpol tidak melalui kaderisasi secara masif, tapi cukup punya KTA, KTP, KK, dan Ijazah terakhir. Kembali lagi, yang menang adalah yang punya uang banyak. Target utama semua Partai hanyalah terpenuhinya persyaratan verifikasi faktual dan banyaknya kursi, wajar banyak anggota legislatif yang tidak mengetahui tugasnya apa, bagi mereka yang penting D3 (Duduk, Diam, Duit).

Ketua Umum Partai Politik yang seharusnya memberikan kesempatan kader terbaiknya menjadi calon Presiden, justru malah Ketua Umum tersebut kepedan mengajukan dirinya untuk menjadi Cawapres atau Capres. Sistem konvensi seperti di Amerika Serikat yang dimana para kader Partai bertarung gagasan untuk maju menjadi calon Presiden tidak terjadi di Indonesia. Justru ketum Partai mengajukan dirinya atau menyatakan dukungan sepihak pada seorang tokoh agar maju lagi sebagai Presiden. Jadi, apa bedanya Partai Politik dengan sebuah yayasan? Partai Politik menjadi sebuah lembaga oligarki, dimana  kebijakan ditentukan oleh elit Partai,dan kader Partai cuma planga-plongo mendukung apa  kata ketum, bahkan mereka berdalil “maha benar ketum dengan segala kebijakannya.” Lalu ketum juga punya dalil, apabila cukong perintah, maka ketua umum “aku dengar lalu aku lakukan.”


Demokratisasi tujuannya adalah kesejahteraan rakyat, tapi para elit yang bobrok menjadikan demokrasi sebagai sebuah kendaraan untuk memenuhi kepentingan pribadinya. Demokrasi kini menjadi sebuah pasar, dimana jabatan bisa diobral dan Undang-Undang bisa dipesan. Fakta inilah yang harus kita lawan, jangan pasrah pada fakta, perlu keberanian dan kerja kolektif. Ingat, reformasi 1998 itu menjatuhkan Pak Harto, dan itu  adalah bukti bahwa fakta Pak Harto kuat bisa dikalahkan. Merobohkan oligarki dan feodalistik politik pasti bisa dilakukan, yang penting terus melawan dan tidak berhenti melawan.

PERANG MELAWAN ORANG KAFIR

Minggu, 31 Januari 2016
Oleh
Adriansyah

Kafir berasal dari kata kufr yang berarti penutup, tirai, atau juga bisa disebut pengingkaran. Sesuatu yang menutupi sesuatu yang lain disebut kafir.  Awan hitam yang menutupi cahaya bisa disebut kafir, salju yang menutupi kaca mobil bisa disebut kafir, sarung keris yang menutupi pistol juga kafir, dan maka dari itu sampul buku yang menutupi isi buku disebut cover yang merupakan kata serapan dari kafir.
Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda: Ingat, janganlah kalian kembali setelahku menjadi orang-orang kafir,  yaitu kalian saling memenggal leher. Lalu, Rasulullah SAW juga mengatakan kalau orang muslim yang mengatakan kafir sesama muslim maka dialah yang kafir. Jadi, disini kafir adalah orang yang suka membunuh dengan kejam dan seseorang yang suka memvonis kafir sesama Muslim.
Kufur adalah lawan kata dari syukur. Orang yang tidak mau bersyukur terhadap nikmat atau anugerah yang Allah SWT berikan kepadanya maka orang tersebut adalah kafir nikmat. Jadi kafir bukanlah bentuk ketidakpercayaan adanya Allah SWT saja, melainkan juga orang yang tidak bersyukur terhadap segala karunia-Nya, mereka mengaku beriman secara lisan namun perilakunya tidak menunjukkan rasa berterima kasih atas nikmat Allah SWT. Lalu Allah SWT berfirman, “Orang kafir itu adalah orang zalim (Al-Baqarah ayat 254), maka pejabat koruptor, rampok, penipu, dan pemimpin tiran adalah kafir. Dan orang yang berputus asa dari rahmat Allah SWT adalah juga golongan kafir. Sebagaimana Allah berfirman: Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah melainkan kaum yang kafir (Surah Yusuf ayat 87).
Kafir juga dapat disematkan pada orang penumpuk harta, orang  zalim dan yang orang yang mendukung kezaliman. Asghar Ali Enginer berkata, “orang-orang kafir dalam arti yang sesungguhnya adalah orang-orang yang menumpuk kekayaan dan terus membiarkan kezaliman dalam masyarakat serta merintangi upaya-upaya menegakkan keadilan.” Maka, Mukmin sejati adalah orang yang percaya adanya Allah SWT, bersedekah pada orang miskin, melawan penindasan, dan tidak menghalangi penegakan keadilan.
Semua Nabi-nabi berasal dari nur (cahaya) yang sama, yaitu nur Allah SWT dan nur Muhammad SAW, dan membela satu kebenaran serta menyelamatkan umat manusia dari kegelapan dan membawa ke arah petunjuk yang terang benderang. Para Nabi semuanya mengajarkan Tauhid dan mengajak seluruh umat manusia untuk menyembah Tuhan yang Esa.
Tauhid mengajarkan kalau Tuhan itu satu, Maha Perkasa, kekuasaannya absolut, dan tidak bisa disamai oleh mahluknya. Tuhan yang mengatur dan memimpin dunia ini, dan Tuhan adalah asal dari segenap alam semesta. Setiap manusia diciptakan Tuhan dengan kemuliaan, maka tidak boleh ada penindasan antar manusia dengan manusia lainnya. Manusia adalah wakil Tuhan (khalifah) di muka bumi, maka manusia haruslah menyembah Tuhan dan menegakkan keadilan dan mendukung para penegak keadilan di dunia ini.
Peperangan antar kelompok, peperangan antar etnis, dan peperangan antar Negara yang terjadi di dunia ini adalah akibat umat manusia jauh dari Tauhid dan keadilan. Tauhid dan keadilan adalah kebutuhan umat manusia. Karena kesulitan dan kekacauan yang dialami manusia sepanjang sejarah akibat jauh dari Tauhid dan keadilan. Maka jalan keluar dari segala krisis kemanusiaan adalah dengan kembali kepada seruan para Nabi dan apa-apa yang mereka ajarkan dan contohkan.
Islam adalah agama yang mengajarkan pada keselamatan melalui ketundukan sepenuh hati dan penyerahan diri secara total kepada Allah SWT. Kristen adalah agama Kristus (juru selamat), maka ketika ingin selamat maka harus mengikuti ajaran Isa a.s. yaitu ajaran cinta kasih, damai dan sejahtera. Yahudi adalah agama yang mengikuti ajaran Nabi Musa as, yang juga mengakui keesaan Tuhan dan penyerahan diri sepenuh hati. Budha adalah agama yang mengedepankan budi pekerti, cinta kasih, dan ketundukan untuk mencapai hidup damai di Nirwana. Jadi, semua agama intinya mengajarkan penyerahan diri kepada Tuhan Yang Esa, menebar cinta kasih pada sesama, dan mengajarkan budi pekerti yang luhur.
Kebencian dan permusuhan atas nama agama adalah kepalsuan yang dibuat oleh orang-orang munafik. Seorang pemimpin Negara dikatakan kafir bila ia zalim pada rakyatnya dan zalim pada Negara-negara disekitarnya. Israel mengatakan kalau mereka adalah Yahudi, padahal mereka adalah zionis. Yahudi berbeda dengan Zonis, kalau Yahudi pengikut Nabi Musa as, sedangkan Zionis adalah organisasi fasis yang ingin menghancurkan tatanan perdamaian dunia. ISIS bukanlah Islam, mereka adalah monster-monster yang bertopengkan Islam, mereka Dajjal moderen yang ingin merusak dan menebar fitnah.
Apabila semua Nabi dikumpulkan menjadi satu, maka tidak akan ada perselisihan antara mereka, mereka saling membenarkan satu sama lainnya. Di Irak selama ratusan tahun rakyat hidup bersama, tidak ada pembahasan Sunni dan Syiah, bahkan mereka hidup bersama, shalat berjamaah, menikah satu sama lain. Sejak para penjajah dengan membayar orang munafik untuk menghancurkan umat Islam dari dalam, mulailah pembahasan Sunni dan Syiah naik ke permukaan. Orang yang kitab sucinya sama-sama Al-Quran, Nabinya sama-sama Muhammad SAW, mereka saling berselisih, saling hujat, saling lempar dalil untuk menyesatkan. Faktor itu semua adalah bisikan orang kafir dan zalim, dan orang yang mengikuti hawa nafsu setan yang memunculkan fanatisme golongan.
Apakah di Al-Quran ada disebut Sunni? Apakah ada disebut Syiah? Apakah ada Wahabi? Tentu itu tidak ada, yang ada hanya Islam. Yang paling mulia adalah yang paling bertakwa, dan Allah SWT berfirman “berpegang teguhlah pada tali agama Allah dan janganlah kamu saling bercerai berai. Karena Tauhid sejatinya adalah menyatukan, tidak memecah belah, dan tidak berkotak-kotak satu sama lain.Orang yang memeca belah, orang zalim, orang yang memenggal satu sama lain, mereka adalah orang-orang kafir yang sesungguhnya, dan merekalah yang harus dimusuhi.


 Sunan Bekasi

NU DAN POLA DERADIKALISASI AGAMA

Jumat, 13 November 2015
Adriansyah

I.Pernyataan Masalah

Ini adalah tema skripsi saya waktu kuliah di FISIP UIN Jakarta, hasil kroscek saya dibeberapa literature dan penelitian terdahulu saya tidak menemukan skripsi yang mengangkat tema deradikalisasi. Jadi bisa dikatakan kalau saya adalah mahasiswa sosiologi di Indonesia yang pertama kali mengangkat tema deradikalisasi sebagai skripsi. Deradikalisasi di NU menjadi kasus yang saya teliti dan LTMNU Kota Bekasi sebagai studi kasusnya. Adapun definisi deradikalisasi adalah suatu hal yang dapat memotivasi individu untuk keluar dari organisasi teroris, deradikalisasi yang dibangun hingga saat ini telah berfokus terutama pada faktor ideologi (Institute For Homeland Security Solution 2010:2). Upaya ini menggunakan cara-cara yang bersifat kultural dan edukatif. Salah satu upayanya adalah memberikan paham ajaran beragama yang toleran dan moderat.

Di Indonesia, terorisme menjadi salah satu wacana yang akrab ditelinga, seperti tragedi bom Bali, bom Bursa Efek Jakarta, bom JW. Marriot dan bom di depan Kedutaan Besar Australia di Kuningan pada tanggal 9 September 2004 (Wasono 2008:1).  Para pelaku rata-rata adalah anggota Jemaat Islamiyah (JI), seperti  Imam Samudra, Ali Gufron Alias Mukhlas, dan Amrozy yang terlibat dalam bom Bali I, dan mereka divonis hukuman mati (Crisis Group, 2011: 23).

Dalam tragedi peledakan bom di Kedutaan Besar Filipina pada tahun 2000 sebagaimana dijelaskan dalam buku Negara Islam Indonesia (NII) sampai JI, Salafy Jihadisme di Indonesia bahwa pelakunya adalah Suranto alias Umair alias Abdul Goni. Ia adalah veteran dari JI (Lazuardi Birru, 2012). Jadi jaringan-jaringan terorisme di Indonesia rata-rata adalah kader-kader organisasi JI.

Sejak awal tahun 1980-an terjadi perkembangan dakwah yang radikal di Indonesia, mulai muncul ke permukaan kelompok-kelompok dakwah, seperti Tarbiyah (Ikhwanul Muslimin), Jamaah Tabligh (JT), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), dan Jamaah Islamiyah (JI) (Idahram  2001:39). Gerakan ini dikatakan sebagai gerakan Islam radikal karena ingin merubah tatanan masyarakat di Indonesia secara fundamental seperti penerapan syariat Islam, pendirian negara Islam, dan pembentukan khilafah Islamiyah.

Sebagian pihak yang berupaya menghapuskan ideologi Pancasila agar tidak menjadi ideologi bangsa.Ini terlihat dari provokasi dari tokoh Jamaat Islamiyah (JI) seperti Abdullah Sungkar, yang mengatakan Pancasila sebagai ideologi kufur. Lalu Abu Bakar Ba’asyir mengatakan bahwa pancasila adalah rekayasa pihak Kristen/ Katolik (Hendropriyono  2009:363).

Bersama reformasi, kelompok-kelompok Islam ini menemukan momentumnya untuk melakukan pergerakan politik secara kultural (ormas Islam), dan secara struktural (Partai Islam).Dua gerakan ini memiliki peluang yang luas, ketika rezim yang berkuasa memberikan peluang kebebasan setelah lama dipinggirkan secara politik oleh rezim Orde Baru (Rahmat 2007:132).

Aksi teror tersebut dipahami oleh para pelakunya sebagai jihad fi sabilillah melawan Amerika. Mereka akan mendapatkan pahala surga, target utama teror adalah segala aset Amerika serikat dan yang dianggap sebagai musuh Islam.

Menurut seorang pakar seperti Abdurrahman Wahid (Gus Dur), gerakan sempalan dikalangan kaum muslimin muncul dari ketidakmampuan mencernakan dampak modernisasi yang semakin lama semakin deras, tetapi banyak ketimpangan. Modernisasi yang menimbulkan dampak-dampak buruk, termasuk ketidakmampuan memberikan jawaban tepat atas masalah-masalah yang ditimbulkannya sendiri. Bagi Gus Dur,  anak-anak muda yang sangat kecewa dengan semakin buruknya kenyataan dunia modern ini, lalu membuang modernitas mereka, membenahi diri dengan tuntas dalam kehidupan beragama mereka, dan setelah itu dengan keras menghardik orang lain yang seagama tetapi berbeda pemahaman dengan ajaran agama mereka (Wahid 1999:48-49).

Sedangkan pandangan Syafii Ma’arif  bahwa radikalisme dalam bentuk teror seringkali berpijak pada kebencian dan fanatisme. Terorisme menempuh jalan pintas berupa self defeating (menghancurkan diri sendiri) yang dilakukan dalam suasana rentan dan tertekan. Bahwa berbeda dengan Islam radikal, Islam moderat  menawarkan wacana pembebasan yang mencerahkan, sebab tidak berpijak pada  ketergesa-gesaan. Pembebasan dan keberpihakan pada kaum tertindas ditunjukan dalam bentuk yang elegan, sistematis, dan perubahan secara perlahan. Penggunaan dan pendekatan inilah yang membedakan Islam moderat dan Islam radikal ( Chrisnandi 2008:294). Maka, yang layak untuk melakukan deradikalisasi agama adalah ormas Islam yang moderat.

Upaya Negara dalam menangani radikalisme agama dalam bentuk kasus terorisme antara lain dengan membentuk pasukan Datasemen Khusus 88 (DENSUS 88). Pasukan tersebut menanggulangi terorisme  menggunakan cara represif seperti sekedar dengan cara penangkapan dan tembak ditempat. Namun, cara-cara represif tersebut justru hanya berhasil membuat gerakan terorisme berkurang secara aksinya.Sedangkanm secara pemikiran dan ideologi, radikalisme masih terus berkembang di tengah-tengah masyarakat.

II.Penelitian Internasional Tentang Deradikalisasi

Terkait kajian tentang penangangan gerakan radikalisme agama, penulis menemukan beberapa penelitian sejenis, antara lain:

NGO Crisis Group, melakukan penelitian yang berjudul “Deradikalisasi dan Lembaga Pemasyarakatan di Indonesia.”Dijelaskan metode yang digunakan dalam melakukan deradikalisasi diantaranya adalah program-program dakwah. Untuk mencegah kelompok-kelompok yang mudah  terkena ideologi ekstrim dan radikal, melalui  “safari dakwah” oleh ustadz-ustadz ternama yang menentang kekerasan atas nama agama, melakukan pemberdayaan ekonomi pada tersangka terorisme yang telah bebas, menghadirkan alumni-alumni Afghanistan untuk memimpin diskusi-diskusi agama di lapas, mendekati pesantren-pesantren Jamaah Islamiyah. Dalam penelitian ini, dikatakan sukses dalam deradikalisasi di lembaga pemasyarakatan adalah ketika jumlah yang keluar dari gerakan radikal lebih banyak dari yang masuk (Jones 2011:14).

Dalam penelitian The Rand Corporation, ada dua metode deradikalisasi di Indonesia yang digunakan pihak kepolisian.Pertama, melalui introgasi budaya, yaitu kepolisian melakukan pendekatan kepada tahanan teroris lalu melakukan introgasi untuk mengetahui informasi mengenai jaringan-jaringan terorisme di Indonesia. Kedua, polisi memanfaatkan peran mantan gerilyawan untuk berdialog dengan para narapidana kasus terorisme, salah satu  mantan gerilyawannya adalah Nasir Abbas (Angel Rabasa 2010:106-110).

Sedangkan dalam penelitian  Institute for Homeland Security Solution, deradikalisasi melakukan proses berfokus terutama pada faktor ideologi, berusaha untuk deradikalisasi peserta program melalui perdebatan tentang isi doktrin kelompok teroris dan interpretasi agama. Program Saudi memiliki cakupan yang  lebih luas yang menumbuhkan reintegrasi peserta dengan keluarga mereka dan memberikan beberapa bantuan ekonomi dalam periode pasca-program. Lalu juga ada ditemukan langkah untuk memotivasi keluar dari organisasi teroris yang dikonseptualisasikan sebagai fungsi  untuk mendorong atau menarik individu menjauh dari kelompok, dan metode dialog dengan Imam moderat (Institute for Homeland Security Solution 2010:1-3).

III.Pola Deradikalisasi Lembaga Ta’mir Masjid Nahdlatul Ulama

Dalam wawancara penulis dengan Imdadudin Rahmat (Wasekjen PBNU) selaku koordinator program Deradikalisasi Nahdlatul Ulama, beliau mengatakan:

NU melakukan pelatihan-pelatihan diberbagai tempat, yang memang khusus tentang deradikalisasi, pesertanya antara lain para pengurus cabang,para kyai-kyai muda, para da’i, dan para khatib Jum’at. Jadi, mereka yang tiap hari mengkomunikasikan ilmu agama kepada umat, dan melalui merekalah nanti pesan-pesan tentang Islam damai dapat di sosialisasikan dan di transfusikan ke masyarakat.

Pelatihan tentang deradikalisasi dilakukan NU sebagai bekal bagi para da’i-da’i dan kiai muda agar bisa memiliki wawasan tentang ide-ide deradikalisasi, setelah mereka memiliki wawasan yang mumpuni maka mereka diharapkan bisa menyebar kemasyarakata dan memberikan kesadaran bersama bahwasanya  penyebaran paham radikalisme agama dan terorisme haruslah di cegah.

Pelatihan tentang deradikalisasi yang dilakukan NU sebagai bekal bagi para da’i-da’i dan kiai muda agar bisa memiliki wawasan tentang ide-ide deradikalisasi, setelah mereka memiliki wawasan yang mumpuni maka mereka diharapkan bisa menyebar kemasyarakatan dan memberikan kesadaran bersama kepada masyarakat, bahwasanya  penyebaran paham radikalisme agama dan terorisme haruslah di cegah.

NU Kota Bekasi memiliki para tokoh ulama kharismatik yang berfungsi sebagai ideolog, yang mengkader, memobilisasi dan mendistribusikanpara da’i-dai sebagai upaya untuk mewujudkan misi deradikalisasi, ulama tersebut memberikankesadaran kolektif kepada masyarakat NU untuk melakukan deradikalisasi, yaitu dengan melakukan counter ideology terhadap gerakan Islam radikal dan mensosialisasikan gagasan-gagasan tentang deradikalisasi. Karena, NU dalam gerakannya memiliki konsep tentang dakwah Islam yang rahmatan lil alamin, bukan dakwah yang radikal.NU juga memiliki konsep tentang hubungan Negara dan agama, bukan Negara yang sekuler dan juga bukan konsep khilafah Islamiyah yang merupakan perjuangan kalangan Islam radikal.

Dijelaskan oleh Nanang Ponari selaku sekretaris LTMNU (Lembaga Ta’mir Masjid Nahdlatul Ulama) Kota Bekasi:

Rujukan kita tetap secara skala nasional ke pak As’ad Ali  selaku wakil Ketum PBNU, beliau kan mantan BIN (Badan Intelijen Negara) , juga Prof. Dr. Said Aqil Siradj, untuk di Bekasi ini rujukan kita KH.Mi’ran Syamsuri selaku dewan syuriah kami, dan KH.Zamakhsyari Abdul Majid M.A. (Ketua Umum PCNU Kota Bekasi).

LTMNU dalam menghadapi banyaknya gerakan-gerakan Islam radikal yang masuk lewat jalur dakwah di masjid-masjid, mencoba memberikan suatu bentuk perlawanan yang bersifat counter ideology melalui jalur dakwah. Biasanya gerakan-gerakan radikalisme yang menyebarkan paham ekstrim seperti terorisme, pendirian Negara Islam, mewujudkan Khilafah Islamiyah, atau pemeberlakuan syariat Islam di Indonesia, dakwah radikal tersebut dilakukan melalui dakwah di masjid-masjid, khutbah Jumat, tabligh akbar,  majelis ta’lim, radio, majalah dll. Dakwah-dakwah yang bersifat provokatif dari ormas radikal memunculkan kekecewaan dan keresahan dari sebagian masyarakat, sehingga muncul suatu gerakan deradikalisasi dari LTMNU (Lembaga Ta’mir Masjid Nahdlatul Ulama) Bekasi yang merupakan sayap organisasi dari Nahdlatul Ulama Kota Bekasi.Tujuannya agar memunculkan para pendakwah yang moderat, mumpuni dalam ilmu-ilmu keislaman, berwawasan lokal juga global, dan siap menyebar ke masyarakat untuk mensosialisasikan gagasan deradikalisasi.

Dalam wawancara dengan wawancara dengan Lukman Hakim, SPd,I (Ketua umum LTMNU Kota Bekasi):
Kami melakukan kuliah untuk para muballigh, bagaimana mereka bisa memahami dakwah Islam yang rahmatan lil alamin, bagaimana cara mereka melakukan retorika dalam berdakwah, dan mereka juga diberi pemahaman Islam secara komperhensif, yaitu pemahaman Islam yang tidak sekedar literlek,tapi juga memahami konteksnya,jadi dakwakwahnya bersifat kontekstual, dan diharapkan setelah menyelesaikan kuliah ini mereka bisa menyebar untuk melakukan dakwah di daerah mereka masing-masing, seperti menjadi khatib jumat atau mengisi ceramah di majelis ta’lim.

Nanang Ponari juga mengatakan kalau sesuai dengan visi misi NU yang ingin menjadikan Islam rahmatan lil alamin. Maka, NU mengkader da’i-da’i  muda, mereka menciptakan dakwah yang sifatnya persuasif, kondusif, tidak radikal, karena sesuatu yang dilakukan dengan radikal akan melahirkan radikalisasi baru, maka dakwahnya juga harus rahmatan lil alalmin.

KH.Manarul Hidayat sebagai tokoh NU dalam ceramahnya mengatakan:

Teroris yang ada saat ini itu tidak lepas dari peran Amerika, Osama bin Laden itu warga Saudi Arabia,  dan Saudi Arabia itu adalah antek-anteknya Amerika, jadi mustahil Amerika perang dengan antek-anteknya.

Ciri-ciri teroris itu perlu di catat, yaitu pertama. Mengkafirkan orang yang beda paham, hormat bendera musyrik, Presiden musyrik karena bukan Khilafah. Bagi NU, politiknya sama dengan politik Negara, maka Pancasila, UUD 45, NKRI, Bhineka Tunggal Ika sudah final. Prinsip ulama NU, apabila Islam menjadi agama Negara maka Islam bisa hancur, karena Islam di Indonesia ada NU,Muhammadiyah,Persis, bisa perang kalau Islam dijadikan agama Negara, misalnya kalau NU pimpin Muhammadiyah bisa tidak terima, maka untuk untuk memperkokoh ukhuwah Islamiyah adalah melalui bingkai Pancasila. Maka, NU, Muhammadiyah, Persis silakan beribadah dengan amaliah masing-masing dan koridor NKRI selesai.

Kedua, ciri-ciri teroris itu menganggap bom bunuh diri pahalanya surga.Ketiga, mereka mengaji secara sembunyi-sembunyi atau tertutup.Seharusnya kalau ada ciri seperti tersebut langsung di laporkan ke polisi, agar daerah kita tidak ada teroris.

NU memiliki sikap tawasuth atau tengah-tengah, yaitu tidak radikal tidak juga lembek dalam menentang amar ma’ruf nahi munkar, NU juga memiliki sikap tasamuh atau toleran, selama penganut agama Kristen, Hindu, Budha tidak mengganggu umat muslim beribadah maka akan kami jadikan kawan, kita saling menghargai. Tapi, kalau mereka mengganggu atau memerangi maka NU akan menindak tegas. Keputusan-keputusan ormas Islam seperti NU, Muhammadiyah, Persis, Perti, Al-Wasliyah, dan Al-Irsyad sepakat perdebatan masalah furu’iyah di stop, kami sepakat untuk terus memperkuat ukhuwah Islamiyah.

NU dilahirkan untuk menjawab semua masalah yang di zaman Rasulullah SAW tidak ada menjadi ada, misalnya masalah speaker dianggap bid’ah dan lain-lain.NU menganggap bid’ad itu ada dua, yaitu bid’ah hasanah dan bid’ah dalalah, NU membolehkan bid’ah hasanah seperti maulid Nabi SAW, Rajaban, ziarah kubur, 7 harian.Sedangkan bid’ah dalalah itu kita tolak, seperti muncul Nabi baru seperti Ahmad Mushodiq, aliran Inkar Sunnah, Lia Eden, Ahmadiyah dan banyak lagi.

NU lahir juga sebagai protes Saudi Arabia karena ingin menerapkan mazhab tunggal Wahabi, kini Wahabi bukan hanya ada di Saudi Arabia tapi sudah dakwah kerumah-rumah, semua amaliah warisan walisongo dihujat bid’ah dan haram, dan itu tugas ulama NU untuk membina warganya dari paham-paham seperti itu.
IV.KESMPULAN

LTMNU Kota Bekasi dalam menjadikan deradikalisasi sebagai sebuah kesadaran kolektif adalah dengan melalui seminar dan pelatihan muballigh dengan tema besar Islam rahmatan lil alamin. Para da’i yang dikader akan berdakwah dengan cara persuasif, tidak mengajarkan radikalisme, dan memberi pemahaman dan penyadaran kepada masyarakat untuk memahami Islam tidak sekedar literlek tapi juga kontekstual. Dan para tokoh-tokoh NU terutama pemimpin organisasi, dalam setiap pertemuan-pertemuan organisasi selalu menjelaskan bahwa NU berpegang pada Pancasila, UUD 45, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika, dan menjelaskan bahwa pegangan tersebut sebagai pegangan kolektif bagi warga NU diseluruh Indonesia. Maka, NU menolak terhadap paham-paham Islam radikal yang ingin menghapuskan ideologi kebangsaan yang dipegang oleh NU. Para da’i muda yang direkrut dan dikader oleh LTMNU Kota Bekasi memberikan penyadaran kepada masyarakat bahwa Islam tidak mengajarkan radikalisme dan terorisme, Islam mengajarkan toleransi antar umat beragama, dan memunculkan respon dari masyarakat untuk bersama-sama menolak dan mencegah penyebaran paham radikalisme agama dan terorisme. Kemudian para da’i menjelaskan kepada masyarakat luas bahwa radikalisme dan terorisme bukanlah ajaran dalam Islam. Hanya saja, tidak semua da’i yang mengikuti pelatihan sudah siap diterjunkan ke masyarakat, hanya beberapa da’i yang secara kapasitas siap untuk berdakwah baik di masyarakat atau radio.














TUHAN KITA SATU KITA YANG TIDAK SAMA

Kamis, 05 November 2015
Oleh
Adriansyah
(Marketing Rasulullah SAW)

Tafsir Al-Qur’an merupakan penciptaan makna terhadap teks Al-Qur’an menurut penafsir, beda penafsir akan memunculkan beda penafsiran. Karena tidak adanya tafsiran Al-Qur’an yang pasti dari Rasulullah SAW terhadap maksud Allah SWT  maka penafsiran Al-Qur’an akan terus ada. Seringkali karena penafsiran yang berbeda dapat menyebabkan adanya saling menyesatkan antara umat Muslim, dan faktor utamanya adalah perbedaan ideologi dan mazhab.
Apabila suatu golongan Muslim menganggap  golongan Muslim lain salah, maka yang terjadi adalah saling menghakimi satu sama lain, dan itupun juga akan menjadi sumber konflik. Namun, apabila suatu golongan Muslim menganggap  golongan Muslim lainnya bersifat sejajar, maka yang terjadi adalah dialog dan diskusi. Karena sejatinya Islam itu lebih luas dari seseorang, maka tidak seharusnya seorang Muslim merasa dirinya paling benar lalu menghakimi dan merendahkan seorang Muslim lainnya yang berbeda dengannya.
Akhir-akhir ini sering  terjadi konflik antara sesam Muslim, misalnya saja seperti konflik di Sampang Madura yang akhirnya membuat warga Syiah terusir dari kampung halamannya. Lalu juga ramai dimana wali kota Bogor melarang perayaan Asyura yang dilaksanakan warga Syiah, padahal UUD Republik Indonesia memberi kebebasan warganya beribadah sesuai dengan kepercayaan dan keyakinannya masing-masing, artinya walaupun Wali Kota Bogor tidak sependapat dengan Syiah namun haruslah membuat kebijakan yang sesuai konstitusi Negara ini. Apalagi ada ormas  yang ingin menuntut pemerintah untuk menutup Dubes Iran karena merupakan Negara mayoritas Syiah. Perlu juga diketahui, peristiwa Karbala bukan hanya untuk Syiah, tapi juga untuk kaum Sunni, karena pada peristiwa tersebut terjadi  pembunuhan sadis terhadap  Sayyidina Husein (cucu Rasulullah SAW) akibat menentang kezaliman, maka sewajarnya siapapun Muslim akan terenyuh dengan peristiwa pembantaian cucu Nabi Muhammad SAW tersebut.
Dalam pencarian titik temu antara Sunni dan Syiah seringkali terkendala oleh beberapa faktor. Pertama, seringnya warga Syiah rofidlah yang mencaci maki sahabat Nabi SAW seperti Abu Bakar, Umar, Usman, Muawiyah, Thalah dan Zubair. Begitu juga Syiah rofidlah seringkali mencaci maki istri Nabi SAW yaitu Aisyah. Kedua, Syiah rofidlah dalam ritual Asyura melakukan aksi melukai diri dengan pedang atau cambuk, dan ritual ini dianggap kaum  Sunni sebagai ritual bid’ah. Ketiga, konsep Imamah Syiah membuat Sunni dan Syiah berbeda dalam rukun iman dan rukun Islam. Maka kalau meminjam teori Lewis Coser, konflik Sunni Syiah adalah konflik yang bersifat non material, bukan lagi karena politik atau ekonomi, tapi sudah sampai ke konflik atas dasar aqidah, dengan perbedaan tersebut dan ditambah seringkali terjadinya konflik antara Sunni dan Syiah menyebabkan identitas internal kelompok  menjadi semakin kuat, dan keduanya semakin sulit untuk dipertemukan.
Yang terpenting saat ini adalah mencoba sejajarkan antara Sunni dan Syiah sebagai sesama Muslim, sama-sama beriman kepada Allah SWT, sama-sama beriman kepada Nabi Muhammad  SAW, dan sama-sama beriman kepada Al-Qur’an. Setelah kesejajaran dipertemukan, maka akan mudah terjadi dialog antara keduanya, dan dengan mudah mencarikan resolusi konflik. Salah satu cara mendapatkan resolusi konflik antara Sunni dan Syiah adalah dengan mencari musuh bersama yang sebenarnya. Musuh yang pertama adalah kelompok Sunni yang takfiri dan kelompok Syiah yang takfiri, musuh yang kedua adalah sistem kapitalisme  global dan neo imperialisme yang menyerang Negara-negara Muslim. Yang paling terpenting kelompok Syiah berhenti mencaci maki sahabat dan istri Nabi Muhammad  SAW dan Sunni berhenti mengatakan kalau Syiah adalah golongan di luar Islam.
Dengan semakin keluasan pandangan kaum Muslimin akan membuat suatu saat muncul kesadaran bahwa Islam sejatinya hanya satu, faktor politik dan perbedaan penafsiran terhadap teks suci menjadi penyebab perpecahan. Maka, sebagaimana yang dikatakan Hassan Hanafi, tauhid sebaiknya bukan hanya dipahami secara teori, tapi tauhid harus dimasukan kedalam ranah praktis, atau tauhid sebagai “kata kerja.” Karena kalau tauhid dimasukan kedalam ranah praktis  maka Islam akan kembali pada fungsinya yaitu sebagai agama yang universal, dan tauhid akan menghilangkan perpecahan dan pengotak-ngotakan sesama Muslim. Konflik ideologi dan mazhab akan berubah menjadi aksi tolong menolong dalam kebaikan, pembelaan pada kaum miskin tertindas, dan mewujudkan keadilan sosial.



ABAH KASTA ATMAJA WIJAYA KUSUMA: SOSOK SATRIA SAPU JAGAT

Jumat, 11 September 2015
Oleh
Adriansyah

Abah Kasta Atmaja Wijaya Kusuma adalah sosok legendaris yang pernah ada didaerah Jelambar Utama Sakti Jakarta Barat, beliau adalah sosok pria kelahiran tahun 1865 dan wafat tahun 2003, jadi usia Abah Kasta mencapai 138 tahun.  Beliau terkenal memiliki keberanian, kegagahan, kesaktian, dan kemanjuran. Anak murid Abah Kasta sudah tersebar diseluruh Indonesia bahkan sampai ke Luar Negeri, dan beliau adalah sesepuh sekaligus pendiri dari Perguruan Aji Jaya Sampurna Paku Alam Sejagat yang kini sudah memiliki lebih dari 100 Cabang di seluruh Indonesia dan Luar Negeri.
Awalnya saat usia masih sangat belia,  Kasta muda sangat sering terlibat perkelahian dengan teman sebaya atau yang lebih tua, dalam setiap perkelahian hampir tidak pernah menang, beliau selalu menjadi anak yang di bully oleh kawan-kawannya. Namun, penderitaan bathin dan fisik yang didapatkan membuat Kasta melakukan pertapaan.
Kasta bertapa di bawah pohon besar di Petilasan Pangeran Sutajaya (TPU Waled) Jl. Raya Waled Desa Kabupaten Cirebon. Pertapaan itu dilakukannya di usia muda, saking lamanya bertapa membuat punggungnya menempel di pohon tersebut sampai pohonnya bolong, dan hingga saat ini bekas tapa Abah Kasta masih ada di pohon tersebut. Pertapaan itu mirip dengan tapa Brata yang pernah dilakukan Arjuna (tokoh Pandawa dalam pewayangan), dan tapa yang dilakukan Abah Kasta berlangsung selama tiga tahun sepuluh bulan.
Pada saat melakukan pertapaan banyak sekali ujian dan godaan yang beliau dapati, banyak mahluk halus yang menyeramkan menampakan wujudnya dihadapannya, namun tidak sedikitpun Abah Kasta menghentikan pertapaannya. Mahluk halus yang menampakan diantaranya adalah bangsa  Jelma, setan, hantu, Jin, Dedemit, Siluman, Gantrawang, bola api, teluh, dan lain sebagainya. Tekad yang kuat dan keberaniannya dibuktikan dengan tidak sedikitpun beranjak dari pertapaanya meski ditampakan wujud-wujud yang menyeramkan.
Saat pertapaan sampai tiga tahun, ada sosok Nenek tua membawa tongkat menghampiri Abah Kasta dan nenek tua itu bertanya, “Tong, ngapain disini nyeksa badan? Kamu mau apa? Mau kesaktian? Kekayaan? Atau perempuan? Sebut aja atuh tong.” Lalu Abah Kasta menjawab, “Nggak nek, saya cuma mau jadi manusa sempurna ning manusa sejati ning manusa sejati ning tunggal.” Si Nenek tersebut tersenyum dan bilang, “baik kalau begitu tong, tapi syaratnya kamu harus memanusakan manusia.” Dengan lantang dan tegas Abah Kasta menjawab, “iya saya siap.” Kemudian si Nenek tua tersebut merobek dada Abah Kasta dengan ujung tongkatnya, dicuci, dimasukan cahaya yang berbentuk tulisan Arab gundul kedalam dada Kasta, dan sobekannya dirapatkan kembali.
Saat nenek tersebut ingin meninggalkan Abah Kasta, nenek tersebut memperlihatkan kepada Kasta sosok para Waliyullah dari seluruh penjuru Nusantara dan bahkan sampai tanah Arab. Maka, bisa dikatakan seluruh Waliyullah di Nusantara mengenal Abah Kasta Atmaja Wijayakusuma, atau yang biasa disebut Pangeran Sapu Jagat Cirebon Girang. Dan gelar Pangeran Sapu Jagat dimaksudkan agar Kasta menyapu seluruh angkara murka dijagat ini.
Pertapaan Kasta sudah menempuh tiga tahun, namun belum juga berhenti, kemudian beliau melanjutkan lagi pertapaan sampai sepuluh bulan, dan datanglah anak angon yang sedang mengembala kambing, kemudian anak angon tersebut mengira Kasta adalah patung, anak itu berkata “ini orang apa patung yak?” Diambilah daun ilalang, anak tersebut mengorek-ngorek lubang hidung Kasta, dan “Haaaaaaciiiiimm” Kasta bersin, karena kaget anak tersebut lari dan teriak “setaaaannn.” Kemudian Kasta menghentikan pertapaan, dan kembali kerumahnya.
Saat sampai dirumah, tetangga yang ditemui langsung lari ketakutan, karena Kasta menghilang selama 3 tahun 10 bulan dan dianggap sudah meninggal dunia. Sampai dirumah Kasta mencukur rambut gondrongnya, kumis dan jenggot panjangnya yang tidak dicukur selama bertapa. Kemudian membawa uang satu koper untuk berkelana guna mengetes ilmu yang didapatkan selama bertapa.
Kasta pergi ke pasar yang terkenal banyak preman, lalu Kasta meminta para preman kumpul, lalu terkumpulah sekitar 10 orang preman. Setiap preman diberikan uang, dan syaratnya harus mau mengeroyok Kasta, dan preman-preman tersebut bersedia memenuhi permintaannya. Semua preman menyerang dari segala penjuru, Kasta berkelahi dengan cara asal-asalan, karena memang tidak memiliki keahlian bela diri apapun. Dengan tenaga dalamnya preman-preman tersebut terlempar, ada yang muntah darah, ada yang patah tulang, ada yang dipendam ke tanah. Sebagaimana janjinya, Kasta memberikan uang pada prema-preman yang sudah dihajarnya sebagai bentuk ucapan terima kasih karena sudah mau mengeroyok.
Saat perang kemerdekaan Kasta juga terlibat dalam perperangan, kalau Bung Karno tokoh pergerakan, Kasta adalah tokoh adu jotos sama Kompeni dan Jepang. Diceritakan saat pesawat Belanda menjatuhkan granat dan roket diatas Kasta, tidak satupun yang meledak saat jatuh ke tanah, bahkan roketnya ada meledak diatas langit.
Ada juga cerita tentang seorang yang terkenal orang kuat dan sakti, kabarnya dia dari Arab, saat di Arab tidak satupun orang yang mampu mencukur rambutnya, lalu datanglah ke Tanah Jawa, namun belum juga ada yang mampu memotong rambutnya. Datanglah Kasta sambil berkata, “sini saya potongin biar rapi.” Orang Sakti itu langsung ketawa dan merasa diledek, dan ternyata Kasta memang berhasil memotong rambutnya. Orang sakti itu terkejut dan berkata, “sialan nih bocah…batal keramat saya.”
Dalam perjalanan Kasta untuk mengetes ilmunya, beliau bertemu Haji Dieng yang terkenal sebagai raja santet di Indonesia di Kampung Buek daerah Rangkas Bitung, dari belakang dilemparkan santet yang berisi paku dan jarum yang dikirim dari jarak sekitar 30 meter, dan Kasta berbalik lalu dengan tenaga dalamnya membalikan santet tersebut, dan Ki Gunung Karang sampai setengah badannya terpendam di pasir pantai. Ki Gunung Karang langsung bersumpah, “saya tidak akan berani mengganggu Kasta beserta anak muridnya sampai kapanpun.”Hingga kini, puluhan ribu pemegang ilmu Aji Jaya Sampurna yang tersebar diberbagai penjuru, dengan lintas profesi, mereka selalu diminta untuk mengobati penyakit medis dan non medis, dan kebanyakan memilih untuk tidak menjadi Jawara, tapi lebih kepada pengobatan saja.
Saat daerah Jelambar ingin digusur, Abah berdiri paling depan buat menolak penggusuran, semua satpol PP beserta preman bayarannya habis dihajar. Karena tidak bisa menyerang secara fisik, diseranglah lewat jalur santet. Saat Abah Kasta sedang mencuci buah, tiba-tiba jatuh pisau dari atas dan menancap didepannya, diambillah pisau tersebut untuk mengupas mangga sambil berucap “balikin ke pengirim”, dan si pengirim santet tersebut tewas hari itu juga.
Berdasarkan pengakuan murid Abah Kasta, ada sekitar seratus orang dari sebuah Perguruan Silat terkemuka  mendatangi rumah Abah Kasta untuk mengadu ilmu, dan dibuatlah surat perjanjian diatas materai agar tidak saling menuntut apapun bila terjadi sesuatu. Setelah surat perjanjian di tanda tangan, seratus orang tersebut masuk bersamaan menyerang Abah Kasta dan anak buahnya yang sekitar 5 orang, dan seratus orang tersebut terlempar semua. Dan dari dokumen yang ditemui, ada beberapa perguruan Silat yang menyatakan takluk dengan Perguruan Aji Jaya Sampurna Paku Alam Sejagat pimpinan Abah Kasta. Bahkan, salah satu Pesantren terkemuka di Jombang Jawa Timur sekitar 40 orang menyatakan berguru pada Abah Kasta, setelah sebelumnya kalah saat bertarung kesaktian dengan anak buah Abah Kasta, dimana ajian Saifi Api dari santri tersebut dibalikan anak buah Abah Kasta dengan Ajian Pupul Bayu.
Ada juga kisah seorang pendekar yang bisa mengapung di atas daun, dia bisa lompat dari satu dahan ke dahan. Abah Kasta bilang, "coba lompat lagi Ki." Saat lompat, langsung ditembak pakai tenaga dalam, pendekar tersebut langsung terjatuh.
Pernah ada pendekar yang jalan di atas air, ia atraksi dihadapan Abah Kasta, lalu ilmunya diambil sama Abah, pendekar tersebut langsung jatuh ke laut dan diselamatkan murid-muridnya. Gantian Abah Kasta yang jalan diatas air.
Abah Kasta tidak pernah belajar silat, lalu turun ilmu silat secara gaib, namanya silat rante, gerakannya dominan pada tendangan, beberapa kali dipakai ikut sayembara tarung bebas dan selalu menang, sampai kalau Abah Kasta muncul di sayembara langsung pada mundur, karena pukulannya sekeras besi baja.
Waktu didatangi pendekar Rawa Rontek, banyak murid Abah yang pukul pendekar tersebut, tapi tidak apa-apa. Abah hanya mencolek pipi orang tersebut, langsung dia tersungkur dan ilmu rawa ronteknya hilang.
Dalam memegang ilmu yang dimiliki Abah Kasta haruslah menjaga sumpah pertalekan (perjanjian), dan apabila sumpah itu dilanggar maka ilmu itu akan tumpul dan bahkan hilang dengan sendirinya. Adapun sumpah pertalekannya adalah: 1.Kalau ngomong jangan salah 2. Kalau salah harus menerima 3. Amanah sampaikan 4. Dipercaya jangan merusak 5.kudu silih asah, silih asih, silih asuh sesama kaula 6. Tekun ke Allah 7. Tekun ke Rasulullah 8. Tekun ke orang tua 9.Tekun ke mertua 10. Tekun ke Negara sifatnya Ratu 11.Tidak berzina, mabok, berjudi, dan mencuri. Dari sini bisa dilihat, ketaatan pada perintah agama dan akhlak yang baik adalah syarat memegang ilmu Sapu Jagat.

Semoga tulisan mengenai profil seorang Waliyullah bernama Abah Kasta Atmaja Wijaya Kusuma bisa bermanfaat, tidak lupa doa penulis sampaikan kepada Allah SWT agar almarhum Abah Kasta diberikan derajat kemuliaan oleh  Allah SWT. Abah Kasta wafat di usia ke-138 tahun, dan beliau dimakamkan di komplek pemakaman Tegal Alur Tangerang.
Sumber: Saksi Mata

MUSLIM NUSANTARA YANG SAYA PAHAMI

Minggu, 24 Mei 2015

Oleh: Adriansyah

Muslim Nusantara agak berberda dengan Muslim di Timur Tengah dalam hal manifestasi berkehidupan, namun dalam jaringan keulamaan masih terjalin hubungan antara Timur Tengah dengan Nusantara. Hanya saja, dalam penyebaran Islam di Nusantara tidak menggunakan cara ekspansi, tapi menggunakan metode mistik, sebab warga Nusantara menyambut ramah para imigran muslim dan sama sekali tidak melakukan penolakan keras, sehingga dakwah terjalin lewat jalur kebudayaan.

Mistik yang digunakan oleh para Wali meggunakan ajaran tasawuf yang mengajarkan tarekat, hakekat, dan ma'rifat. Para Wali menunjukkan karomah-karomah yang mereka miliki, dan itu berhasil menarik para pendeta Hindu dan para raja untuk menyatakan memeluk Islam. Bahkan, kaum kejawen yang tidak menjalankan syariat Islam secara formal sangatlah meyakini kalau para Wali adalah orang suci yang memiliki karomah, dan mereka sangat menghormati para Wali, seperti Permadi (tokoh Kejawen) meski tidak shalat lima waktu namun ia masih sering berziarah ke makam-makam Para Wali.

Dakwah dengan Wayang, gamelan, musik bonang, dan tarian akan lebih bisa menyentuh spiritual, dibanding dakwah yang hanya mengajarkan formalitas agama. Karena dakwah dengan kesenian lebih akan mudah memahami filosofi dari Islam, sehingga orang menjalankan syariat menjadi sebuah kebutuhan jiwa bukan karena formalitas semata. seperti yang dikatakan Nakamura, bahwa tembang Jawa sering digunakan untuk menguraikan kehidupan para Kyai.

Muslim Nusantara dalam penyebaran Islam tidak bisa lepas dari asketisme, seperti terlihat bahwa tradisi mujahadah adalah bagian dari kurikulum pesantren-pesantren diseluruh Nusantara. Sebagaimana dalam tembang Sinom Jawa:

"Barangsiapa yang meninggalkan rumah, berkelana ke tempat-tempat sepi untuk menyerap pelajaran-pelajaran lama, mencari kefanaan dengan tujuan suci, berusaha dengan mengendalikan hawa nafsu, siang dan malam akan melakukan perbuatan terpuji bagi sesama."

Dalam tembang ini menunjukkan bahwa perilaku asketis secara langsung dapat mempengaruhi perilaku seorang Muslim untuk senantiasa melakukan perbuatan terpuji pada sesama, maka kesolehan individual tidak terpisahkan dengan kesolehan sosial.

Latihan spiritual, seperti menyepi, berziarah ke makam keramat, melakukan wirid-wirid, dan laku prihatin seperti puasa menjadi ciri khas dari kaum muslim Nusantara. Namun, dalam hal puasa ada perbedaan antara muslim Nusantara dengan Timur Tengah, selain puasa yang di sunnahkan Nabi SAW juga ada puasa-puasa seperti mutih (hanya makan nasi dan air putih), puasa putih manis buah (hanya makan nasi dan buah-buahan), ngerowot (hanya makan umbi-umbian), dan puasa ngebleng ( tidak makan, tidak minum, tidak berbincang dan tidak tidur). Ritual-ritual tersebut memang sekilas tidak terlihat dalilnya, tapi bisa disamakan dengan perilaku Sayyidan Ali bin Abi Thalib yang hanya makan gandum tawar, minyak samin dan air putih sebagai bentuk sikap zuhud.

Ada lagi yang unik dan berbeda antara muslim Nusantara dengan Timur Tengah, seperti ritual yang dilakukan umat muslim di Pelabuhan Ratu, tradisi memberi sedekah laut dan bertawasul dengan Ibu Ratu Kidul adalah tradisi yang sudah menjadi turun-temurun. Dan praktek doanya juga membaca tahlil, shalawat, dan tawasul ke para Nabi, sahabat, Syekh Abdul Kodir Jailani, para Wali, dan Ibu Ratu.  Ini bukanlah tradisi yang tiba-tiba datang, tapi ada sisi historisnya, bahwa sosok Waliyullah seperti Sutawijaya (Raja Mataram), Sultan Agung, dan Pangeran Dipoegoro juga pernah menjalin komunikasi spiritual dengan Ibu Ratu Kidul. Tujuannya untuk menjaga hubungan diplomasi antara kerajaan Jawa dan kerajaan gaib.


Muslim Nusantara masih terus bisa menjaga eksistensinya disebabkan karena Muslim Nusantara selalu menjaga tradisi tabarruk (mencari berkah), bentuk tabarruk antara lain berziarah ke makam Waliyullah dan orang soleh, sowan ke Kyai dan sebaigainya. Sebenarnya mereka tidak memerlukan AD/ART atau banom untuk terus menjaga eksistensi mereka, tabarruk adalah intisari dari kekuatan Muslim Nusantara. Lihatlah ormas-ormas  Islam yang mengharamkan tabarruk, mereka ada yang bubar dan ada yang sulit berkembang secara pesat.

Peran latar belakang sosial-budaya dan sejarah adalah faktor yang menentukan dalam proses terbentuknya tradisi-tradisi muslim Nusantara yang khas. Penghayatan terhadap hakikat Islam menjadikan Muslim Nusantara tidak mudah terjebak pada aksi saling menyesatkan atau mengafirkan sesama Muslim.