KEADILAN GENDER

Selasa, 05 Januari 2010
Oleh: Adriansyah

Gender adalah sikap dan peran laki-laki dan perempuan yang di rekontruksi oleh budaya. Perbedaan laki-laki dan perempuan hanya dari alat seksual, namun perkara sikapnya itu tergantung dari sosial budaya. Maka muncullah kesadaran akan adanya ketimpangan antara laki-laki dan perempuan (feminisme) di karenakan kultural atau aturan sebuah negara, misalnya saja budaya patriarki yang menurut saya sudah tidak relevan lagi di zaman millenium dewasa ini.

Pembedaan peran sosial laki-laki dan perempuan seringkali mencari pembenaran melalui perbedaan biologis laki-laki dan perempuan. Secara biologis, laki-laki dan perempuan mempunya alat fungsi reproduksi yang berbeda. Perbedaan ini kemudian melahirkan perbedaan peran laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Karena, perempuan yang hamil, melahirkan dan menyusui, maka perempuan dipandang sudah seharusnya bertanggung jawab dalam pengasuhan anak, padahal laki-laki juga ikut kontribusi sehingga anak itu lahir, jadi aneh kalau laki-laki hanya mau enaknya saja.

Kemudian laki-laki dipandang sebagai pihak yang bertanggung jawab menanggung perempuan dan anak-anak, sehingga tempat laki-laki adalah di sector publik sedangkan wanita hanya di sektor domestic (marjinalisasi).

Perempuan mencari nafkah karena tuntutan ekonomi yang biasa ditemui di berbagai kelompok masyarakat. Sejarah menunjukan bahwa perempuan dan kerja public sebenarnya bukan hal yang baru bagi perempuan Indonesia terutama mereka yang berada di strata menengah bawah. Di pedesaan, perempuan mendominasi sektor pertanian, sementara di sektor industri tertentu di perkotaan di dominasi oleh perempuan. Di luar konteks desa-kota, sektor perdagangan juga banyak melibatkan perempuan.

Seorang teolog sosial dari Indian yang bernama Asghar Ali Engineer, beliau pernah mengatakan bahwa al-Qur’an adalah traktat revolusioner yang pernah ada di muka bumi ini, karena misinya yang revolusioner. Al-Quran merubah struktur dan system jahiliah yang tirani dan tidak adil, baik secara sosial, ekonomi, politik maupun gender. Dalam surat An Nisa ayat 32 Allah swt berfirman: “li ar-rijali nashibun min makhtasabu wa li an-nisa’i nashibun min maktasabna” (bagi kaum laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, bagi kaum perempuan ada bagian dari apa yang mereka usahakan). Ayat ini menegaskan kesetaraan posisi dan hak kepemilikan antara laki-laki dan perempuan. Ini adalah sesuatu yang revolusioner dalam kondisi masyarakat dimana perempuan tidak memiliki hak apapun di masa jahiliyah. Hal ini merupakan legitimasi teologis yang penting untuk kesetaraan sosiologis.

Pada masa Rasulullah saw berdakwah, laki-laki Arab Jahiliah menikah dengan puluhan bahkan ratusan istri, sehingga Rasulullah saw menyuruh memilih empat dan ceraikan sisanya, dan itu sudah sangat revolusioner. Namun, pada intinya Islam hanya menganjurkan monogami, dengan alasan agar bisa berbuat adil. Maka bisa disimpulkan, tokoh feminisme Islam pertama adalah Nabi Muhammad saw.

Pernah muncul fenomena-fenomena di beberapa Negara Islam yang dipimpin kalangan kaum fundamentalis, adanya stagnasi dan penolakan terhadap perubahan. Kaum perempuan terus mengalami diskriminasi seks, setiap legilasi progresif yang memberikan hak-hak Islam kepada perempuan disambut penolakan keras ulama konservatif. Hukum syariat telah sepenuhnya menjadi stagnan di tangan kelompok ulama konservatif dan semangat dinamikanya telah hilang secara total. Sebagai contoh, wanita Kuwait belakangan ini tidak diberikan hak memilih saat pemilu, karena dianggap bertentangan dengan hukum Islam. Wanita-wanita Kuwait berjuang untuk hak pilihnya. Pada sisi lain, di Bangladesh, Turki, dan Indonesia, kaum wanita bukan hanya diberi hak pilih, tapi bahkan menjadi pemimpin Negara.

Rezim Taliban di Afghanistan saat berkuasa tidak membolehkan kaum perempuan keluar rumah dan pergi sekolah. Di sebagian Negara Islam, perempuan tidak di izinkan ke pasar atau tempat publik lain tanpa ditemani keluarga lelaki, bahkan dalam keadaan darurat sekalipun, dan semua itu dilakukan atas nama Islam.

Para
ulama seringkali mengingatkan kita bahwa pembacaan terhadap terhadap al-Quran harus disertai asbabu al-nuzul sebagai landasan tafsir. Asbabu al- nuzul merupakan salah satu dari konteks sosio-historis dan antropologis dari al-quran. Jika kita melepaskan al-quran dari konteks histories dan sosiologinya, maka sulit rasanya kita menjawab tantangan zaman yang berkembang sekarang ini dengan al-quran.

Pada masa jahiliah, di jazirah Arabia perempuan tidak memperoleh jatah warisan sama sekali, bahkan perempuan dianggap sebagai obyek layaknya binatang. Kemudian di wahyukan Surah An-Nisa ayat 11, li al- dzakarin mitslu hadzdzil untsayain, bahwa porsi perempuan separuh daripada laki-laki. Lalu ada yang menafsirkan ayat ini tidak adil, karena separuh dan satu. Jangan dilihat dari tekstual saja, tapi lihatlah dari misinya ketika ayat ini turun.

Ketika Rasul saw hijrah ke Madinah, Islam juga bereaksi terhadap komunitas Yahudi disana, Islam banyak mengkritik komunitas Yahudi yang tidak memanusiakan perempuan.

Satu hal yang penting untuk diperhatikan ketika Rasulullah saw menjadi pemimpin masyarakat. Perempuan diberi hak untuk bicara dan untuk didengar. Kalau hanya diberi hak bicara namun tidak didengar, tetap saja itu bentuk pengebirian. Contohnya Aisyah dan Ummu Salamah ikut menyusun strategi perang khandaq.

Pada masa Rasulullah saw ada yang perlu di catat dalam tinta emas. Ibnu Hajar al-Asqalani dalam al-Isabah fi Tarmidzi as-Shabah menulis 12.304 biografi, dan 1.551 diantaranya adalah sahabat perempuan (shahabiyat). Ibnu Hibban mencatat 1,9 % perempuan meriwayatkan hadis, pada masa sahabat yang terlibat dalam transmisi ke ilmuan 16,5 %. Dan ini penurunan yang drastis.

Keadilan sosial di Jazirah Arab terjadi karena Rasulullah saw merekontruksi dari masyarat yang dikriminatif menjadi egaliter. Perbedaan laki-laki dan perempuan boleh saja, asalkan tidak melenceng dari keadilan. Inna Allaha ya’muru bi al-adli wa al-ihsan (Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berbuat adil dan kebajikan).

1 komentar:

SANTRI REALITAS mengatakan...

Keadilan Gender berarti keadilan Islam.

Posting Komentar