Masyarakat muslim mengenal istilah ukhuwah Islamiyah. Istilah ini perlu didudukan maknanya, agar bahasa kita tentang ukhuwah tidak mengalami kerancuan. Untuk itu perlu terlebih dulu perlu dilakukan tinjauan kebahasaan untuk menetapkan kedudukan kata Islamiah dalam istilah diatas. Selama ini ada kesan bahwa istilah tersebut bermakna persaudaraan yang dijalin oleh sesama muslim, atau dengan kata lain, “persaudaraan antar sesama muslim”, sehingga dengan demikian, kata “Islamiah” dijadikan pelaku ukhuwah itu.
Pemahaman ini kurang tepat. Kata Islamiah yang dirangkai dengan kata ukhuwah lebih tepat dipahami sebagai adjektifa, sehingga ukhuwah Islamiyah berarti “persaudaraan yang bersifat Islami atau yang diajarkan oleh Islam.”
II. Al-maidah ayat 48
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آَتَاكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ 48.
Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur'an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian [421] terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu [422], Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu, [421]
Akan tetapi menurut al-Qurthubi, Allah membuat beragam syari’at untuk menguji keimanan manusia.
Ayat tersebut memperlihatkan keragaman jalan yang diberikan Allah swt kepada manusia. Dengan jelas bahwa syari’at agama-agama itu memang berbeda, tak ditunggalkan. Ini karena agama turun bukan di ruang hampa sejarah. Syari’at biasanya muncul sebagai respon terhadap kondisi jaman.
Ini sebabnya, setiap Nabi membawa syari’at sendiri-sendiri. Walau gagasan yang di usung para Nabi dan Rasul adalah parallel, syari’at yang dipakai cenderung berbeda. Sebab, tidaklah mustahil bahwa sesuatu yang bernilai maslahat dalam suatu tempat dan waktu tertentu kemudian berubah menjadi mafsadat dalam suatu ruang dan waktu yang lain. Bila kemaslahatan dapat berubah karena perubahan konteks, maka dapat saja Allah menyuruh berbuat sesuatu karena mengandung maslahat, kemudian Allah swt melarang pada waktu yang lain karena diketahui aturan tersebut tidak lagi mendatangkan maslahat.
Dengan demikian, syari’at yang turun kepada Nabi Isa tak mengikat umat Islam. Begitu juga, syari’at yang dibawa nabi Muhammad saw tak mengikat umat Nasrani.
Prof. Dr. M. Quraish Shihab berkata , Guna memantapkan ukhuwah, pertama kali al-Qur’an menggarisbawahi bahwa perbedaan adalah hokum yang berlaku dalam kehidupan ini. Selain perbedaan tersebut merupakan kehendak ilahi. Juga demi kelestarian hidup, sekaligus juga mencapai tujuan kehidupan mahluk dipentas bumi.
Seandainya Tuhan menghendaki kesatuan pendapat, niscaya diciptakan manusia tanpa akal budi seperti binatang, atau benda-benda yang tak bernyawa yang tidak memiliki kemampuan memilah dan memilih, karena hanya dengan demikian seluruhnya akan menjadi satu pendapat.[3]
Lalu juga ada ayat al-Qur'an mengenai bagaimana menjalin hubungan baik kepada umat agama lain
Ali Imran ayat 64

64. Katakanlah: Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu apapun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Ilah selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang muslim. (QS. 3:64)
Prof. Dr. M. Quraish Shihab mengatakan,.dalam ayat ini Al-Quran juga mencari titik temu antar pemeluk agama. Al-Quran menganjurkan agar interaksi sosial, bila tidak ditemukan persamaan hendaknya masing-masing mengakui keberadaan pihak lain, dan tidak perlu saling menyalahkan. Jalinan persaudaraan antara sesama muslim dan non muslim sama selain tidak dilarang oleh Islam, selama pihak lain menjaga hak-hak kaum muslim. [4]
Dua organisasi terbesar di
Menurut pendapat saya, MUI sebagai lembaga kajian Islam sebaiknya mencabut kembali fatwanya tentang haramnya pluralisme. Karena, bisa menimbulkan perpecahan umat. Walaupun dalam ushul fiqih fatwa ulama masih bisa di tolak, alangkah baiknya MUI mengadakan dialog dulu sebelum berfatwa, agar fatwanya bisa lebih obyektif.
[1] M.Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, hlm. 493-494.
[2] Abd. Moqsith Ghazali, Argumen Pluralisme Agama Membangun Toleransi berbasis Al-Qur’an, hlm xiv.
[3] Abd. Moqsith Ghazali, Argumen Pluralisme Agama Membangun Toleransi berbasis Al-Qur’an, hlm. 165.
[4] Abd. Moqsith Ghazali, Argumen Pluralisme Agama Membangun Toleransi berbasis Al-Qur’an, hlm. 165.
[5] M.Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, hlm. 491-492.
0 komentar:
Posting Komentar