ISLAM TETAP ISLAM

Selasa, 15 November 2011

Adriansyah


Ketika saya duduk di depan laptop sambil membuka facebook saya sangat senang mendengarkan lagu seroja dari ustad Akil hayy asal Malaysia, beliau awalnya adalah penyanyi rock yang kemudian beralih ke nasyid melayu, tembang lagu yang di selipkan pesan dakwah lebih mengena di hati saya dibanding lagu qasidah dan marawis yang selama ini selalu dianggap representasi dari musik Islam.


Banyaknya kesenian Islam Indonesia yang perlahan tergeser dengan kesenian dari timur tengah. Misalnya saja, tari seudati dari Aceh, lagu lir ilir dan gundul-gundul pacul yang di ajarkan Sunan Kalijaga, mulai tergeser oleh Qasidah dan gambus. Atap masjid model tumpang yang masih kalah dengan banyaknya yang menggunakan kubah laksana taj mahal.


Dakwah model sayid Qutb dan Hasan al-Banna lebih populer, sehingga dakwah model walisongo dianggap dakwah yang belum selesai. Bahkan munculnya anak-anak muda yang berani melakukan aksi bom bunuh diri karena terinspirasi oleh para pejuang dari palestine dan Afghanistan. Bahkan Prof.Dr. Quraish Shihab sebagai ahli tafsir dibilang Islam liberal, mungkin karena beliau tidak mencantumkan gelar habib di namanya, padahal nasab nya bersambung ke Rasulullah SAW.


Ketika seorang ustad mengatakan kalau anak muda sekarang malu menjadi Islam, mereka malu memakai gamis ketika jalan ke mall, memakai celana cingkrang di atas mata kaki. Pendapat ini menurut saya bukan menjadikan Islam sebagai keyakinan, melainkan hanya penampakan luar. Bagaimana dengan Sunan Kalijaga yang memakai blangkon?


Indonesia punya banyak bahasa, namun kini orang Islam terasa kurang soleh kalau tidak agak di Arabisasi. Misalnya selamat ulang tahun berubah menjadi selamat milad, saya menjadi ente, langgar atau surau menjadi mushollah, anda menjadi antum dan lain sebagainya. Wajar saja kyai pribumi kalah pamor dengan mubaligh hasil naturalisasi.


Sekedar mengutip perkataan Gus Dur, “Islam tetap Islam, dimana saja berada. Akan tetapi tidak berarti semua harus disamakan bentuk luarnya. Salahkah kalau Islam di pribumikan, sebagai manifestasi kehidupan?”




0 komentar:

Posting Komentar